Blog Post Demo Two

Dalam diamnya, ia menyimpan begitu banyak misteri. Seperti hati, begitu misterius. Tak benar-benar bisa dipelajari. Kadang begitu ceria. Dalam hitungan detik bisa berubah menjadi muram.

Sungguh sebuah pertanyaan yang begitu sulit untuk dijawab. Karna bagi saya, setiap gunung memiliki kesan yang unik, berbeda, dan tentu saja menyenangkan. Bahkan untuk gunung yang sama, kesannya bisa berbeda jika pendakian dilakukan dari jalur yang berbeda.

Tahun 2018 adalah tahun di mana saya pertama kali mendaki Gunung Sumbing. Sebuah gunung tertinggi nomor dua di Jawa Tengah setelah Slamet. Waktu itu, saya dan ketiga teman — Rifqy, Eko, dan Mas Rendra — mendaki via Kaliangkrik di Magelang. Angin bertiup begitu kencang di sepanjang perjalanan waktu itu. Baik naik maupun turun. Bahkan saat perjalanan turun, kami tak sempat bikin sarapan karna banyaknya pasir yang masuk ke dalam tenda tersebab angin. Kami baru bisa bikin sarapan di Pos 2, di area yang mulai terdapat vegetasi yang cukup lebat untuk menahan angin.

Jum’at, 30 Oktober 2020 adalah pendakian kedua saya ke Gunung Sumbing. Kali ini dengan anggota yang lebih banyak: 14 orang. Beberapa adalah teman yang sudah saya kenal sebelumnya — termasuk Rifqy dan Eko. Beberapa benar-benar baru pertama kali bertemu.

Gunung Sumbing masih saja sama. Dalam diamnya, ia menyimpan begitu banyak misteri. Seperti hati, begitu misterius. Tak benar-benar bisa dipelajari. Kadang begitu ceria. Dalam hitungan detik bisa berubah menjadi muram.

Pada pendakian kedua kali ini, kami mendaki via Sipetung di kecamatan Kledung, Temanggung. Jika di pendakian-pendakian sebelumnya saya selalu jadi follower, kali ini ada sedikit tanggung jawab karna saya mendapat tugas untuk mengurus administrasi pendakian. Entah karna Gunung Sumbing memang tak terlalu populer di kalangan pendaki atau memang waktunya saja yang pas. Pendakian hari itu relatif sepi untuk sebuah long weekend. Kami hanya berpapasan dengan beberapa rombongan pendaki. Kalau dihitung mungkin tak sampai 4 rombongan. Bahkan di Lembah Suci (area camping utama jalur Sipetung dan Batur Sari), jumlah tenda masih bisa dihitung dengan jari. Sangat menyenangkan sekali mendaki gunung dengan suasana yang seperti ini. Sepi. Esensi pendakian masih sangat bisa dirasakan.

Subscribe to our newsletter

This template requires the pro version of Elementor